POJOK NUSANTARA- OPINI, Dibandingkan negara-negara tetangga, Indonesia dalam beberapa hal terutama perkenomiannya, masih belum semaju Malaysia dan Muangthai. Dahulu Malaysia mengimpor guru-guru dari Indonesia. Muangthai belajar dari Institut Pertanian Bogor dalam hal pertanian khususnya buah-buahan. Waktu berjalan dan ‘murid’ kini lebih maju daripada gurunya.
Banyak penyebabnya, sehingga Indonesia kalah dibandingkan negara tetangga. Dua faktor diantaranya adalah kepemimpinan dan manajemen. Karut marut yang sejak dahulu dihadapi bangsa Indonesia sesungguhnya persoalan manajemen. Sebagai romo yang mempelajari manajemen, Kadarman sangat tahu hal tersebut. Bersama beberapa rekan, pada 1967 Kadarman mendirikan Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Manajemen (LPPM) yang kemudian berubah menjadi PPM Manajemen dengan berbagai layanan antara lain Sekolah Tinggi Manajemen PPM yang berlokasi di simpang Jalan Menteng Raya – Jakarta dekat Tugu Pak Tani dan Sekolah Canisius College. Romo Jesuit ini menjadi orang pertama yang menjadi Direktur LPPM (periode 1967 – 1977).
April 2021 terbit buku berjudul “Darma Kadarman. Rintisan, Pendidikan, Kaderisasi”. Di Jakarta pada Sabtu (8/5) buku ini didiskusikan dengan nara sumber : Prof. Rhenald Kasali, Alissa Wahid, dan Benedictus Hari Juliawan, SJ. Kadarman yang bernama asli Aloysius Maria Kuylaars lahir di Breda (Belanda), 4 Desember 1918. Meninggal di Nijmegen (Belanda), 3 September 2005. Prof.Dr AM Kuylaars,SJ puluhan tahun berkarya di Indonesia antara lain sebagai Rektor IKIP Sanata Dharma – Yogya (1976 – 1984). Setelah menjadi WNI ia mengganti nama menjadi Kadarman.
Romo Kadarman punya peran penting dalam perjalanan hidup Gerakan Koperasi Kredit Indonesia. Bersama antara lain Fuad Hassan, Mochtar Lubis, dan Romo Dijkstra – Romo Kadarman dipercaya sebagai anggota Dewan Penyantun CUCO (Credit Union Counselling Office). Sejak Dewan Penyantun CUCO dibentuk pada Maret 1970 hingga dewan ini dinyatakan demisioner pada 1981, Romo Kadarman memberikan dirinya untuk Credit Union (Koperasi Kredit).
Di buku tersebut, Hari Juliawan,SJ menulis bahwa dalam khasanah ilmu sosial, tindakan seorang pemimpin kerap dinamai sebagai proses transformasi sosial yaitu melakukan perubahan skala besar berdasarkan gagasan mereka tentang masyarakat dan dunia. Awalnya seorang pemimpin mempunyai ide dan menerjemahkannya menjadi kebijakan, entah itu kebijakan publik atau keputusan bisnis. Lalu dengan kebijakan itu ia mengubah cara atau pola orang bertindak. Dalam skema seperti ini dibutuhkan gagasan yang cemerlang, kemampuan mengambil keputusan, dan kapasitas untuk menanggung konsekuensi dari perubahan yang terjadi akibat keputusan yang diambil. Dalam dunia politik dan bisnis, dorongan utama yang memotivasi orang melakukan perubahan sering disederhanakan sebagai kepentingan. Orang termotivasi oleh kepentingan pribadi entah itu menambah harta, menaikkan harga diri, menjaga nama baik, pengakuan publik dan semacamnya.
Dalam diskusi yang berlangsung secara dalam jaringan, Hari Juliawan mengatakan Romo Kadarman mendorong lahirnya pemimpin – pemimpin yang merdeka dari kepentingan pribadi. Menurut saya, inilah kalimat kunci untuk direnungkan para pemimpin di segala bidang agar mereka menjadi pemimpin yang bisa membebaskan diri dari berbagai godaan jerat kepentingan pribadi.
Bahwa pemimpin hendaknya merdeka dari kepentingan pribadi sebagaimana dikatakan Romo Hari Juliawan, juga disampaikan John C.Maxwell dalam bukunya berjudul “The 21 Irrefutable Laws of Leadership”. Dalam buku itu Maxwell menguraikan mengenai “21 Hukum Kepemimpinan yang Tidak Terbantahkan”. Hukum ke-18 oleh Maxwell diberi judul Law of Sacrifice (Hukum Pengorbanan) dengan judul kecil A Leader Must Give Up to Go Up.
Di dalam bab mengenai Hukum Pengorbanan, ada satu kalimat yang ditulis Maxwell yang menurut saya sangat penting yaitu : As you rise in leadership, responsibilities increase and rights decrease. Dalam bab yang sama Maxwell mengutip kalimat Gerald Brooks : When you become a leader, you lose the right to think about yourself. Dua kalimat ini saling menguatkan. Kalimat pertama : Tanggung jawab seorang pemimpin bertambah sedangkan haknya berkurang. Kalimat kedua : Seorang pemimpin kehilangan hak untuk memikirkan diri sendiri. Pesan kedua kalimat tersebut sungguh mantap, bahwa seorang pemimpin harus sanggup berkorban dan mengorbankan dirinya demi kepentingan orang banyak. Bukan justru mengorbankan yang lain.
Penulis, Tonnio Irt
Jakarta,8 Mei 2021
Sudik R, et al lasix 12.5 mg for dogs