Oleh Gregorius Nafanu (Nusa Tenggara Konsultasi)
POJOK NUSANTARA, Opini,Rumput laut atau seaweeds merupakan alga yang dapat dimakan atau digunakan sebagai bahan mengolah makanan, farmasi dan industri lainnya. Indonesia menjadi salah satu negara yang kaya dengan aneka ragam spesies rumput laut. Sekitar 555 jenis rumput laut tumbuh dan telah diidentifikasi oleh ekspedisi laut Sibolga antara tahun 1899 hingga tahun 1900-an (https://alamendah.org).
*Jenis, Habitat dan Manfaat Rumput Laut*
Rumput laut bermanfaat untuk pangan dan juga industri kosmetik. Rumput laut untuk pangan dan industri ini hanya dari kelompok ganggang merah (Rhodophyceae) yang termasuk dalam genus Eucheuma, Gracilaria dan Gelidium. Eucheuma tumbuh di perairan yang cukup tenang pada dasar pasir berkarang, menempel pada karang dengan kedalaman 1-2 meter. Penyebaran Eucheuma antara lain di Kepulauan Seribu, Sulawesi Selatan, Bali dan kepulauan yang ada di Nusa Tenggara dan Maluku. Ciri khas rumput laut ini adalah kerangka tubuh (thallus) berbentuk bulat silindris dengan percabangan yang tidak teratur, memiliki duri-duri lunak, dengan warna merah atau merah kecoklatan. Eucheuma yang telah dibudidayakan secara massal, berasal dari jenis Eucheuma spinosum dan Eucheuma cottoni yang hasilnya berupa ekstrak karagenan, yaitu sejenis bahan pengental makanan dan sebagai cendol pada dawet, es campur atau sayuran. Selain itu, karagenan juga digunakan untuk pembentuk gel, bahan pengental, pengemulsi pada industri makanan, farmasi, kosmetik, tekstil dan cat.
Gracilaria tumbuh di perairan yang tenang, pada dasar teluk yang berlumpur, menempel pada batu-batuan dengan kedalaman 2-5 meter. Budidaya Gracilaria lebih banyak berhasil pada musim kemarau, saat salinitas air tambak tinggi. Uji coba di Sulawesi Selatan menunjukkan, satu hektar tambak memerlukan satu ton bibit dan menghasilkan 6 ton rumput laut kering yang dipanen pada umur 3 bulan. Gracilaria memiliki ciri khas kerangka tubuh lunak seperti tulang rawan, berwarna hijau coklat, merah coklat dan merah pirang. Jenis Gracilaria verracosa berfungsi untuk pembuatan agar-agar dan juga digunakan dalam industri makanan, farmasi, kosmetik, tekstil dan pengalengan ikan.
Rumput laut lainnya yang sudah dibudidayakan di Indonesia adalah dari genus Gelidium. Genus ini tumbuh pada batu atau karang pada kedalaman 20-30 meter yang menyukai perairan menghadap laut terbuka dengan ombak yang kuat. Rumput laut ini diperlukan untuk pembuatan agar-agar. Ciri-ciri Gelidium yaitu memiliki kerangka tubuh yang berukuran kecil dengan warna merah, coklat, hijau coklat dan pirang.
Budidaya Rumput Laut di Letbaun-Semau
Hasi rumput laut merupakan sumber pendapatan yang menjanjikan bagi sebagian besar penduduk Desa Letbaun, yang berada di Kecamatan Semau, Kabupaten Kupang, NTT. Sebagian besar mereka melakukan kegiatan budidaya rumput laut di Pantai Medo, suatu pantai di bagian utara Semau yang berhadapan langsung dengan Lut Sawu. Menurut Agustinus Neno Holbala, salah satu petani rumput laut yang berada di Dusun Buhun Letbaun, terdapat 200 anggota petani rumput laut sejak tahun 2001, tetapi banyak yang tidak serius menekuni budidaya rumput laut ini. Jika serius, maka petani dapat memanen rumput laut setiap bulan (30-45 hari). Jika mau panen setiap bulan, maka petani juga harus rajin menanam rumput laut setiap bulan sehingga penghasilan setiap bulan selalu ada. Anggota petani pada mulanya mendapatkan bibit rumput laut pada tahun 2001 dari Bapak Ibrahim Agustinus Medah, mantan Bupati Kupang. Selanjutnya, petani menanam bibit dari hasil sendiri atau meminta pada petani lainnya.
Dalam suatu kesempatan wawancara dengan penduduk setempat, ternyata ada dua jenis Eucheuma yang dibudidayakan oleh penduduk di Pantai Medo, yaitu Eucheuma spinosum dan Eucheuma cottoni atau lebih dikenal dengan nama sakol. Menurut mama Fransina Bukan Pallo, penduduk Dusun Bahamsulit, jenis sakol lebih mahal dari jenis spinosum. Masing-masing harganya Rp 20.000/kg untuk sakol kering dan Rp 7.000/kg untuk spinosum kering.
Terdapat tiga metode budidaya rumput laut yang sudah dikenal masyarakat dan dikembangkan secara luas, yaitu metode tanam dasar, rakit apung dan rawai. Pemilihan metode tersebut tergantung pada kondisi geografis lokasi. Metode budidaya rumput laut yang dilakukan di pantai Medo, asuhan Bapak Yeheskial Fate, adalah metode Tanam Dasar karena cocok dengan areal Pantai Medo yang memiliki substrat dasar pasir dengan pecahan karang dan terlindung dari hempasan gelombang. Daerah ini juga tidak berlumpur dan berarus cukup baik dengan kisaran kedalaman antara 0,5 m saat surut hingga 3 meter saat pasang.
Kendala yang dihadapi oleh petani rumput laut saat ini, adalah hama/penyakit dan pencurian hasil rumput laut. Jenis penyakit yang menyerang rumput laut ini biasanya berupa bintik-bintik putih yang menyerang kulit rumput laut dan menyebabkan rumput laut menjadi tidak sehat, mudah patah dan rusak. Jika sudah demikian, maka harga panen rumput laut kering akan menurun hingga Rp 10.000 kg untuk sakol dan Rp 3.000-5.000 kg untuk spinosum. Hal ini yang membuat petani rumput laut menjadi putus asa dan berhenti menanam rumput laut.
*Pemasaran Rumput Laut di Semau*
Pada umumnya, petani menjual hasil rumput laut keringnya di tempat. Mereka membangun pondok-pondok di sekitar pantai Medo Letbaun untuk bekerja, sekaligus menjadi tempat penyimpanan hasil rumput lautnya sebelum ditimbang oleh pedagang pengumpul dari Desa lain. Produsen rumput laut tidak tergantung pada pengumpul tertentu, tetapi lebih memilih pada kepantasan harga yang ditetapkan oleh pengumpul atau pada tingkat mendesak tidaknya mereka membutuhkan uang pada saat itu. Meskipun demikian, petani rumput laut di Letbaun pada umumnya tidak melakukan sistem ijon atau pun meminjam uang pada pedagang pengumpul dengan jaminan hasil panen rumput lautnya. Menurut beberapa informan yang diwawancarai, biasanya ada pedagang pengumpul dari desa lain yang datang menimbang hasil di tempat. Sering juga pedagang antar provinsi langsung turun menimbang di lokasi. Salah satu pedagang antar provinsi yang cukup familiar di tingkat petani adalah Made dari Bali.
*Peluang dan Tantangan Produk Olahan Hasil*
Rumput Laut di Semau
Petani rumput laut di Semau, khususnya penduduk Desa Letbaun pada umumnya menjual hasil rumput lautnya dalam bentuk produk rumput kering yang telah dijemur selama 3-4 hari jika kondisi matahari bersinar baik. Padahal petani atau penduduk setempat dapat mengolah hasil rumput laut ini untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar lagi.
Banyak sekali produk olahan sederhana rumput laut yang dapat dilakukan oleh usaha kecil menengah (UKM). Selain padat karya yang dapat mempekerjakan tenaga kerja, usaha ini juga bisa mendatangkan keuntungan yang cukup besar apabila digeluti dengan tekun. Beberapa produk unggulan yang dapat dibuat oleh masyarakat antara lain karagenan, dodol, manisan rumput laut, jelly drink, bakso, kerupuk, saos dan sebagainya.
Ada peluang, ada tantangan.
Selain modal berupa uang, usaha ini memerlukan sarana berupa listrik dan air. Kendala besar yang masih dihadapi oleh penduduk Letbaun, adalah listrik dan air bersih. Hingga kini, listrik belum juga masuk di Desa Letbaun. Mereka hanya mengandalkan lampu sehen bantuan dinas sosial yang nyalanya buram sekali di malam hari. Air bersih pun demikian. Mereka masih mengandalkan tenaga untuk memikul air bersih dari sumur komunal yang jumlahnya bisa dihitung dengan jari dan jaraknya rata-rata lebih dari 500 meter. Ada juga masyarakat yang membeli air bersih dari tangki air, sekalipun harganya sangat tinggi yaitu Rp 200.000 per tangki berkapasitas 5.000Liter. Padahal, letak Semau dengan Kota Kupang, ibu kota provinsi NTT ini tidak jauh. Berhadapan tepat di pantai barat Kota Kupang. Perjalanan Kupang-Semau bisa ditempuh dengan perahu motor dalam waktu 25-30 menit. Semoga ke depannya, ada lembaga atau pemerintah yang tergerak untuk menyediakan listrik dan air bersih bagi penduduk Letbaun-Semau sehingga kesejahteraan masyarakatnya pun semakin meningkat. Keadilan dan kesejahteraan hendaknya dinikmati oleh seluruh warga negara Indonesia.(Yn/PN)
Stacey YtdsetLTXcv 6 20 2022 side effects from viagra Vincent s Hospital, the only hospital south of 42nd street on the west side and allowing DHS to stuff numerous homeless shelters in Chelsea
priligy seratonin take a full capsule of arimedex and I don t take my 4th week test shot